progreskaltim.id Anak-anak yang terlibat pekerjaan rumah tangga memiliki peluang lebih besar meraih kesuksesan di masa dewasa. Kesimpulan ini didapat dari hasil Studi berjudul “Associations Between Household Chores and Childhood Self-Competency” diterbitkan dalam Journal of Developmental & Behavioral Pediatrics. Penelitian ini menganalisis data 9.971 anak usia dini dan TK di Amerika Serikat sepanjang tahun 2010-2011.
Para peneliti menyimpulkan, anak-anak yang terbiasa melakukan pekerjaan rumah sejak kecil cenderung lebih sukses dalam karier.
Sebab, aktivitas ini mendorong perkembangan kognitif pada anak. Para peneliti menyimpulkan, keterlibatan anak secara teratur dalam pekerjaan rumah tangga terkait dengan peningkatan memori kerja dan kemampuan berpikir. Ini sangat penting dalam pencapaian akademis.
Hasil penelitian itu menemukan hubungan yang positif pekerjaan rumah dengan persepsi kompetensi sosial, akademis, dan kepuasan hidup di kemudian hari pada saat mereka duduk di bangku kelas tiga sekolah dasar.
Secara khusus, anak-anak yang secara teratur melakukan pekerjaan rumah menunjukkan kemampuan yang dilaporkan lebih tinggi dalam bidang akademis dan interaksi sosial dibandingkan dengan mereka yang jarang berpartisipasi dalam kegiatan semacam itu.
Selain itu, keterlibatan dalam pekerjaan rumah juga membantu anak mengembangkan etos kerja yang lebih baik. Anak-anak yang sejak dini terbiasa dengan tugas-tugas kecil, seperti merapikan mainan atau membantu menyapu, lebih siap menghadapi tantangan di dunia kerja nantinya.
Selain kesuksesan, penelitian ini juga menemukan anak-anak yang mulai mengerjakan pekerjaan rumah sejak usia 4-5 tahun memiliki tingkat kepercayaan diri dan kepuasan hidup lebih tinggi dibanding anak yang tidak terbiasa melakukannya.
“Anak-anak yang jarang mengerjakan pekerjaan rumah memiliki kemungkinan lebih besar mengalami kesulitan dalam hubungan sosial, prestasi akademik, serta tingkat kepuasan hidup yang lebih rendah,” tulis para peneliti, seperti dikutip dalam dalam Journal of Developmental & Behavioral Pediatrics tahun 2019.
Studi lain menyebutkan, lingkungan keluarga memainkan peran penting dalam perkembangan kemandirian anak. [Parents’ perceptions on early childhood independance in self-care and doing chores dalam buku Teaching for the Future in Early Childhood Education (pp.151-169]
Pekerjaan Rumah Melatih Daya Jiang
Psikolog Klinis Anak dan Remaja, Dwita Salvery sependapat dengan hasil kesimpulan studi tersebut. Dwita menuturkan, anak yang sejak dini diberi kesempatan membantu dan mandiri merawat diri dan rumah cenderung memiliki daya juang yang lebih baik.
“Yang membuat orang sukses itu daya juang. Yang membuat daya juang orang itu adalah dengan dilatih melakukan pekerjaan rumah,” kata Dwita kepada progreskaltim.id, Senin, 3 Februari 2025.
Pendapat Dwita didasarkan pada Teori Konvergensi. Dalam konteks ini, anak-anak tidak terbentuk dari faktor bawaan. Melainkan adanya interaksi individu dengan lingkungan sekitar.

Dalam teori tersebut, lanjut Dwita, otak akan menggabungkan berbagai informasi sensorik dari pancaindra untuk memahami dan menafsirkan lingkungan sekitar.
Dalam pengamatan tersebut, terang Dwita, akan tersimpan memori pikiran yang akan berpengaruh pada sesuatu yang akan dipikirkan dan diucapkan. Pikiran dan ucapan yang terus berulang tersebut yang akan membentuk perilaku. Stimulan dengan pembiasaan mandiri sejak dini sangat diperlukan dalam tumbuh kembang anak.
“Jika ditanya sejak kapan stimulasinya, sejak dari hamil,” terang Dwita.
Sebagai contoh, membiasakan janin mendengarkan shalawat atau Alquran bagi kaum muslim atau mendengarkan musik-musik klasik.
Stimulan lain yang bisa diberikan orang tua kepada anak agar mandiri adalah memberikan rasa percaya diri dan kesabaran. Salah satu caranya lewat sebuah afirmasi. Yakni, tidak mempermasalahkan kesalahan dalam tugas-tugas sederhana dan memberikan pujian atas tindakan baik yang dilakukan anak.
Upaya itu, kata Dwita, diyakini akan meningkatkan citra diri positif bagi anak dan membentuk kepercayaan diri hingga berani melakukan sesuatu.
“Kalau (anak) merasa harga dirinya rendah, maka tidak akan terbentuk kepercayaan dirinya,” terang Dwita yang juga Ketua Wilayah Himpunan Psikolog Indonesia (HIMPSI) Provinsi Kaltim ini.
Kisah Sukses Mendisiplinkan Anak
Dengan cekatan, Sari Agusiani mengajarkan anak-anak usia empat tahun menyikat gigi setelah makan. Murid-murid Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) di sekolah yang ia kelola diajarkan menggosok gigi minimal 2 kali dalam sehari. Pagi dan malam sebelum tidur.
“Hanya untuk membiasakan sejak dini,” kata Sari Agusiani kepada progreskaltim.id Senin, 3 Februari 2025.
Aktivis Lembaga Kesejahteraan anak yang juga mengelola PAUD hingga SMP di Sidoarjo, Jawa Timur ini mengatakan, lembaga yang ia kelola juga membiasakan merawat diri dan mengerjakan pekerjaan rumah kepada siswa SD hingga SMP.
Sari menjelaskan, membiasakan kemandirian sejak dini kepada anak sebagai bagian melatih kedisiplinan, tanggung jawab dan menghargai teman sebaya. Ia meyakini, upaya ini membawa banyak manfaat positif bagi anak di masa mendatang. Dampaknya sudah mulai terlihat. Sebagaimana laporan dari banyak orang tua murid-muridnya.
“Banyak orang tua ngomong, Mau sebandel apa pun, kalau dengar suara adzan langsung shalat,” tutur Sari menceritakan ulang perubahan perilaku murid-muridnya setelah didik mandiri dan disiplin di sekolah.
Tak hanya itu, beberapa orang tua murid juga mengatakan, anak-anak mereka sekarang disiplin mencuci sebagian pakaian sendiri. Para siswa juga lebih menghargai orang tua dan rekan sebaya. Tidak lagi berkata-kata kasar. Meski demikian, Sari menjelaskan, upaya ini harus didukung orang tua. (*)
Daftar Pustaka
- Associations Between Household Chores and Childhood Self-Competency, White, dkk, Journal of Developmental & Behavioral Pediatrics 40(3):p 176-182, April 2019.
- Parents’ perceptions on early childhood independance in self-care and doing chores dalam buku Teaching for the Future in Early Childhood Education (pp.151-169]
Penulis : Haeda Masna Rahmadani
Editor : Nalendro Priambodo
Discussion about this post