Memahami Fenomena #KaburAjaDulu

progreskaltim.id Fenomena tagar #KaburAjaDulu menjadi topik hangat perbincangan di media sosial X Februari 2025 ini. Fenomena ini menjadi salah satu cerminan ekspresi dinamika kejenuhan terhadap situasi di dalam negeri. Baik sosial, ekonomi, politik yang kompleks di kalangan generasi muda. 

Pendiri Drone Emprit, Ismail Fahmi menganalisis fenomena tagar #KaburAjaDulu ini. Fahmi mengatakan tren tagar Kabur Aja Dulu di media sosial X menunjukkan pola yang organik dan bukan dari akun-akun bot. 

BacaJuga

Menurut dia, pola tersebut tampak dari variasi usia akun X yang ikut mencuit pendapatnya mengenai keresahan tinggal di Indonesia hingga peluang untuk tinggal di luar negeri.

“Sebaran tanggal pembuatan akun cukup merata, sejak 2008 hingga tahun ini. Kalau oleh bot, biasanya akunnya kebanyakan baru,” kata Ismail dikutip dari keterangan tertulisnya, Rabu, 19 Februari 2025.

Ismail mengatakan sebaran akun yang menggunakan tagar Kabur Aja Dulu juga beragam. Mayoritas di Indonesia, namun ada pula yang berada di Inggris, Korea Selatan, Singapura, Norwegia, Jerman, Jepang, Amerika Serikat, hingga Belanda.

Tagar #KaburAjaDulu ramai jadi perbincangan di media sosial X pada Februari 2025 seiring dengan munculnya sentimen kekecewaan terhadap pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Ismail mengatakan tagar itu merupakan ekspresi warganet terhadap kondisi terkini di Indonesia.

 “Tagar Kabur Aja Dulu digunakan untuk mengekspresikan keinginan pindah ke luar negeri. Reaksi terhadap kondisi di Indonesia,” kata Ismail.

Dalam analisisnya, Ismail menyebutkan awal mula viralnya tagar #KaburAjaDulu dimulai dari akun @hrdbacot di tanggal 14 Januari 2024. Cuitan ini mendapatkan umpan balik yang ramai pada netizen yang kemudian tanggapi yang sangat tinggi. Ini membuat penggiat media lain seperti @Dr berlian Idris mengumpulkan massa terkait info lowongan kerja. 

Dalam wawancaranya dengan CNN, ia mengatakan media sosial itu kayak seperti call to action, yang mana memberikan informasi dan pengalaman, serta pertukaran informasi untuk seseorang yang ingin bekerja di luar negeri. 

Dalam analisisnya, Ia menuliskan persentase netizen yang ikut percakapan ini sebesar 5,668 netizen, mayoritas paling besar pada usia 19-29 tahun sebanyak 50,8%, pada kelompok usia di bawah 18 tahun sebanyak 38%, usia 30-39 sebanyak 6,14%, dan usia lebih dari 40 sebanyak 5,67%. Sementara dalam sisi jenis kelamin yang mayoritas adalah laki-laki dengan persentase 59,92% dan perempuan sebesar 40,08%.

Fahmi mengatakan negara yang paling banyak dibahas itu adalah Jepang, Malaysia, dan Qatar. Sementara Vietnam yang menjadi negara awal pembahasan #KaburAjaDulu ini dinilai netizen kondisinya jauh lebih baik dibanding Indonesia sekarang. 

“Frustrasi netizen terhadap keadaan di Indonesia disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk ketidakpuasan ekonomi, kualitas hidup yang menurun, ketidakadilan sosial, kebijakan pemerintah yang tidak memadai, dan harapan untuk masa depan yang lebih baik.” kata Ismail. 

#KaburAjaDulu : Ekspresi Mencintai Negara Lewat Kritik

Dosen Program Studi Pembangunan Sosial Universitas Mulawarman, Sri Murlianti menilai, fenomena ini tidak bisa dipandang sebelah mata. 

Fenomena ini bisa dilihat sebagai salah satu bentuk cerminan kejenuhan, kemarahan, kegelisahan dan kritik terhadap kondisi dalam negeri. Terutama kondisi ketimpangan ekonomi dan kurangnya jaminan mendapatkan pekerjaan. 

Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS) Februari 2024, angkatan kerja di Indonesia sebanyak 5.044.004 ribu orang. Dari jumlah itu, 4,12 persen atau sekitar 207.7 ribu orang adalah pengangguran. 

Sementara, data dari Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) jumlah tenaga Indonesia yang bekerja di luar negeri mengalami peningkatan. Pada Maret 2024 jumlah pekerja migran Indonesia meningkat sebanyak 28.650 jiwa. Meningkat 18,1 persen dibanding Maret 2023 sebanyak 24.268 jiwa. 53,45 persen pekerja migran asal Indonesia bekerja di sektor informal. 

Dosen Program Studi Pembangunan Sosial Universitas Mulawarman, Sri Murlianti. Sri Murlianti for progreskaltim.id
Dosen Program Studi Pembangunan Sosial Universitas Mulawarman, Sri Murlianti. Sri Murlianti for progreskaltim.id

 

Kembali ke Sri Murlianti, ia menilai, fenomena ini bukan sekedar mengikuti tren belaka. Mengingat generasi muda sekarang jauh lebih mudah mengakses informasi dari berbagai belahan dunia manapun menggunakan internet. Banyak anak-anak muda kata dia bisa dengan mudah membandingkan keadaan di berbagai negara. Termasuk anak-anak yang kebetulan sedang bekerja atau belajar di luar negeri. 

Alumnus Universitas Gadjah Mada ini menilai, kebanyakan netizen yang menyerukan #KaburAjaDulu berpendidikan SMA ke atas. Rata-rata sambung dia, mereka sudah terinternalisasi dengan wacana-wacana terkait demokrasi, keadilan dan hukum. 

“Saya rasa itu salah satu bentuk kejenuhan, kemarahan, kegelisahan, kritik terhadap kondisi sekarang,” kata Sri kepada progreskaltim.id baru-baru ini. 

Memang, sambung dia, tidak semua netizen yang meramaikan #KaburAjaDulu memiliki akses pindah ke luar negeri. Hanya saja, ia menilai, besar kemungkinan ada sebagian dari warganet yang meramaikan tagar tersebut memiliki keinginan hijrah bekerja atau sekolah ke luar negeri. 

“Setidaknya, ini memperlihatkan bahwa ada kegelisahan di rakyat. Gak nyaman, dan kondisi sekarang tidak baik-baik saja,” kata dia. 

Perempuan bergelar doktor ini menyebut, fenomena kegelisahan anak muda terkait kondisi sosial, ekonomi, politik dan hukum hampir selalu terjadi di setiap era pemerintah Indonesia. 

Kampus dan dunia pendidikan, kata dia, menjadi salah satu titik munculnya wacana-wacana kritis atas kondisi masyarakat. Proses itu diawali dari pengamatan, refleksi, diskusi sampai gerakan-gerakan sosial turun ke jalan. Namun, lanjut dia, di tengah era keterbukaan informasi saat ini, kritik dan keresahan itu mendapat kanal baru di media sosial. 

Sebagai bentuk kritik, ia melihat, fenomena #KaburAjaDulu sebagai bentuk sentilan kepada penguasa karena sudah tidak nyaman berada di negaranya sendiri. 

“Kalau kita mau membaca apakah ini wujud dari cinta tanah air, bisa jadi iya gitu ya. Untuk menyentil penguasa bahwa ini rakyatmu gak baik-baik saja, padahal gelisah, padahal marah loh,” sebutnya.

Di sisi lain, Sri menilai fenomena ini bisa jadi salah satu indikasi, kejenuhan banyaknya tenaga-tenaga ahli dan profesional dalam negeri yang kurang diberdayakan oleh pemerintah. Mereka justru kalah dengan pendengung atau artis yang dekat lingkar kekuasaan. 

“Orang-orang kompeten di bidangnya, cerdas mempelajari ilmu dengan sungguh-sungguh justru tidak punya jalan untuk menempati posisi yang sesuai dengan kompetensinya,” jelasnya.

Sri Murlianti mengatakan permasalahan yang dihadapi pemuda Indonesia sangat kompleks. Ada beberapa cara yang bisa dilakukan. Semisal mengasah keterampilan dan kompetensi unik agar bisa bersaing di dunia kerja. 

Kedua, memperkuat diskusi kritis membangun bangsa serta menggalang lingkar-lingkar kritis memperbaiki kondisi bangsa. Langkah ini harus berjalan simultan dengan perbaikan kualitas dunia pendidikan. 

“Sejarah dunia manapun, sejarah bangsa manapun, sebenarnya sejarah perubahan itu adalah sejarah protes pemuda, rakyat dan mahasiswa,” tutupnya. 

 

Penulis : Haeda Masna Rahmadani

Editor : Nalendro Priambodo

Bagikan:

Discussion about this post

Populer

01

02

03

04

05

06

07

08

09

10