progreskaltim.id Hutan hujan di Kaltim punya banyak misteri. Keanekaragaman hayati di paru-paru dunia itu memiliki seabrek tumbuhan unik, salah satunya Strobilanthes kalimantanensis atau tanaman lintut.
Lintut banyak dijumpai di sekitar Air Terjun Inar, Desa Temula, Kutai Barat. Belum ada penelitian yang mencatat flora jenis herbal dengan bunga berwarna ungu ini pernah tumbuh di wilayah lain.
Lintut termasuk keluarga Acanthaceae, sejenis tumbuhan herbal dan semak berbunga. Kelopak bunganya lebih kecil dibanding kerabat dekatnya, S. kuthia dan S. reptans. Ciri khas lintut terletak pada urat daun yang berwarna merah.
Bagi masyarakat Dayak Tanjung dan Dayak Banuaq, lintut sudah lama dipakai sebagai obat tradisional. Gunanya untuk meredam demam dan sesak nafas yang disebabkan asma.
Berbagai penelitian modern memperkuat khasiatnya. Ekstrak etanol daun lintut terbukti mengandung alkaloid, polifenol, terpenoid, serta minya atsiri dengan kadar 23 persen trans-anethole-senyawa beraroma manis yang memiliki efek antimikroba, antiinflamasi, antihipertensi, bahkan antikanker.
Sejumlah uji laboratorium menunjukkan minyak atsiri lintut mampu menghambat pertumbuhan bakteri penyebab infeksi seperti Staphylococcus aureus, Escherichia coli, dan Salmonella typhi. Bahkan, studi farmakologi menemukan kandungan trans-anethole di dalamnya berpotensi menekan radikal bebas dan mencegah kanker hati.
Khasiat antiinflamasi tanaman ini juga diuji pada hewan coba. Hasilnya, konsentrasi minyak atsiri sebesar 10 persen sudah cukup efektif mengurai peradangan.
Temuan lintut bukan hanya menambah kekayaan flora Kalimantan, tetapi juga membuka jalan bagi lahirnya inovasi obat herbal baru. Berawal dari ramuan tradisional suku Dayak hingga riset medis modern, tanaman ini berpeluang menjadi jembatan antara kearifan lokal dan sains global.
Penulis: Haeda Dyah Masna Rahmadani
Editor: Ridho
Discussion about this post