Potensi Ancaman Krisis Iklim di Balik Pelepasan Kawasan Hutan Kaltim

progreskaltim.id X Urban Folk News Deforetasi dan degradasi kawasan hutan menjadi masalah serius di Kaltim. Penggundulan dan penurunan fungsi hutan ini berdampak langsung terhadap bencana ekologis hari ini dan di masa mendatang. Di sisi lain, ada kekhawatiran potensi ancaman iklim di balik pelepasan kawasan hutan di Kaltim.

Hal itu dibedah dalam Diskusi Publik bertema “Potensi Ancaman Iklim di Balik Pelepasan Kawasan Hutan Kaltim”. Diskusi yang digelar oleh Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Kota Samarinda itu digelar, Selasa, 16 Januari 2024 di TCO Caffe, Samarinda.

BacaJuga

Menghadirkan sejumlah pemateri. Di antaranya ; Dosen Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman (Unmul) Kiswanto, Dosen Fakultas Hukum Unmul, Setiyo Utomo, Kepala Bidang Perencanaan dan Pemanfaatan Kawasan Hutan, Dinas Kehutanan Kaltim, Susilo Pranoto dan Staf Divisi Kampanye Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kaltim, Yudi.

Degradasi hutan di Kaltim itu nyata terjadi. Ini berdasarkan kajian yang dilakukan Kiswanto sepanjang 15 tahun sejak tahun 2000 hingga 2015. Sepanjang periode itu, Kiswanto melihat kawasan hutan yang terdegradasi disebabkan beberapa hal. Mulai dari kebencanaan seperti kebakaran hutan. Maupun penurunan kualitas hutan yang disebabkan oleh manusia. Dalam beberapa literatur, degradasi ini disebabkan oleh perambahan hutan sampai penambangan illegal.

“Sebagian besar penurunan fungsi (kawasan hutan) dulu. Setelah itu dialihfungsikan. Itu yang patut kita waspadai,” kata Kiswanto dalam diskusi.

Dalam kajian yang ia lakukan, ia mencatat setidaknya, Kaltim kehilangan kawasan hutan rata-rata sedikitnya sebanyak 20 ribuan hektare per tahun. Penurunan kualitas hutan itu, sambung Kiswanto dikhawatirkan diikuti dengan perubahan fungsi hutan. Dalam banyak kejadian, perubahan kawasan hutan menjadi kawasan Area Penggunaan Lain (APL) dan konsesi perusahaan.

Agar deforestasi dan degradasi hutan bisa ditahan, Kiswanto berharap ada intervensi pemerintah. Salah satunya lewat reboisasi. “Kalau tidak ada intervensi menahan (degradasi), di tahun 2027 kawasan hutan di Kaltim 50 persen dan kawasan bukan hutan 50 persen,” katanya memproyeksi berdasarkan analisis tren degradasi hutan di Kaltim yang ia lakukan.

Di sisi lain, sambung Kiswanto, perubahan fungsi hutan juga berdampak pada penurunan fungsi hutan. Salah satunya sebagai penyimpan karbon yang menyerap Gas Rumah Kaca (GRK) seperti CO2 yang memicu pemanasan global. CO2 yang diserap hutan diserap, dan disimpan dalam bentuk biomassa dan menghasilkan oksigen.

“Setiap kawasan punya simpanan karbon. Kalau ada perubahan kawasan hutan menjadi kawasan lain, ada ada perubahan cadangan karbon,” lanjutnya.

Lantas siapa penyumbang emisi terbesar Gas Rumah Kaca (GRK) di Kaltim ? Data profil GRK Kaltim 2022 yang ia tampilkan mencatat emisi GRK Kaltim tahun 2022 mencapai 26,8 Gg Co2eq. Dari jumlah itu, sektor energi adalah kontributor penghasil GRK terbesar. Mencapai 21,3 Gg Co2e1. Sementara, dari jumlah itu, sektor kehutanan menjadi sektor penghasil serapan GRK terbesar sebesar 5,4 Gg Co2eq.

“Upaya yang harus kita lakukan adalah menghindari kehilangan karbon dan meningkatkannya,” terangnya.

Perda RTRW Kaltim Membuka Celah Krisis Iklim

Dosen Fakultas Hukum Universitas Mulawarman, Setiyo Utomo mempertanyakan konsistensi pemerintah menekan laju deforestasi dan degradasi hutan di Kaltim. Ia menilai, krisis ekologi di Kaltim sudah nyata terjadi. Ini bermula dari perubahan kawasan hutan seiring perkembangan industrialisasi.

Dosen yang mengajar mata kuliah Hukum Kehutanan ini menilai, hutan di Kaltim sudah sejak puluhan tahun menderita. Mulai dari diekspoitasi industri kayu, perkebunan, hingga pertambangan. Baik itu legal maupun illegal.

“Skema perizinan menjadi tonggak awal perubahan iklim,” katanya dalam diskusi. “Proses tahapan perubahan iklim dimulai dari perizinan. Mulai dari deforestasi, pertambangan sampai banjir dan lain sebagainya,” sambungnya.

Meski sudah berizin resmi, Setiyo menilai, masih ada saja, perizinan perusahaan yang memberikan dampak negatif bagi lingkungan dan masyarakat sekitar.

Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Samarinda, Fathul Huda Wiyashadi juga menyoroti perubahan kawasan hutan dalam Peraturan Daerah (Perda) Rencana Tata Ruang Rencana Wilayah (RTRW) Kaltim.

Fathul menilai, pembahasan Perda yang disahkan 28 April 2023 itu terang Fathul dinilai kurang partisipatif yakni melibatkan publik. Utamanya organisasi masyarakat sipil dan warga di sekitar kawasan hutan yang beralihfungsi.

Ia khawatir, kawasan hutan yang berubah status dalam RTRW Kaltim itu akan memicu konflik tenurial antara warga dan perusahaan yang mendapat hak konsesi atas perubahan kawasan ini.

Karena itu, ia menilai pembahasan Perda RTRW Kaltim yang kurang partisipatif ini juga kurang memiliki perspektif Hak Asasi Manusia (HAM). Ia meyakini, pembahasan yang mengikutsertakan suara organisasi masyarakat sipil dan warga terdampak akan mengurangi dampak lingkungan dan krisis iklim.

“Selama tidak paritisipatif dan tidak ada perspektif HAM, sampai lebaran monyet, masalah ini tidak akan terselesaikan,” serunya dalam diskusi.

Staf Divisi Kampanye Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kaltim, Yudi menilai Perda RTRW Kaltim justru menguntungkan korporasi besar. Sebab, di areal hutan yang dilepaskan dalam beleid itu sudah dibebani ratusan konsesi perusahaan.

 

Suasana Diskusi Publik Potensi Ancaman Krisis Iklim Di Tco Coffee

 

“Perda RTRW Kaltim membuka celah krisis iklim,” kata Yudi yang juga menjadi salah satu pembicara.

Kekhawatiran Yudi didasarkan atas riset yang dilakukan oleh sejumalah pegiat lingkungan yang tergabung dalam Koalisi Organisasi Masyarakat Sipil Indonesia Memantau. Organisasi yang tergabung dalam koalisi ini adalah Auriga Nusantara, Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), dan Forest Watch Indonesia (FWI) dan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kaltim, tempat Yudi bertugas.

Pada Jumat, 7 Juli 2023 lalu, koalisi ini menggelar konfrensi pers mereka terkait dampak pengesahan RTRW Kaltim. Juru Kampanye Auriga Nusantara Hilman Afif mengemukakan, saat ini terdapat 736.000 hektar lahan yang akan masuk dalam usulan revisi Rencana Peraturan Daerah Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kaltim. Sebagai informasi, Perda RTRW Kaltim disahkan, 28 April 2023.

Perinciannya, sebanyak 83 persen dari jumlah tersebut atau 612.355 hektar berupa pelepasan kawasan hutan, kemudian 14 persen atau 101.788 hektar merupakan penurunan kawasan hutan, dan hanya 3 persen atau 19.858 hektar lahan direncanakan naik status kawasan hutan.

”Jadi, bisa dilihat sebanyak 97 persen usulan revisi RTRW ini akan berdampak terhadap kawasan hutan. Selain itu, dari 736.000 hektar lahan tersebut, 56 persen juga masih berupa hutan alam. Kami menemukan di setiap lahan usulan terdapat beberapa pemegang izin,” ujarnya dalam diskusi media di Kantor Walhi Nasional, Jakarta, Jumat, 7 Juli 2023 lalu dikutip dari kompas.id

Hilman menduga revisi RTRW Kaltim ini tidak terlepas dari keterlibatan korporasi sehingga mengabaikan kepentingan publik atau masyarakat. Penyebabnya, di atas kawasan hutan yang akan dilepaskan telah dibebani oleh 156 izin konsesi perusahaandi sektor pertambangan, monokultur sawit skala besar, dan kebun kayu.

Seluas 138.021 hektar yang masuk dalam usulan pelepasan adalah lahan dengan izin usaha pengelolaan hasil hutan kayu hutan tanaman industri (IUPHHK-HTI). Adapun total korporasi yang terdeteksi dalam kawasan tersebut sebanyak 39 perusahaan.

Kepala Bidang Perencanaan dan Pemanfaatan Kawasan Hutan, Dinas Kehutanan Kaltim, Susilo Pranoto menilai pengesahan Perda RTRW Kaltim sudah mengikuti kaidah hukum. Ia menyebut, perda ini disusun untuk menggairahkan investasi dan perekonomian masyarakat yang dahulu berada dalam kawasan hutan yang kini statusnya berubah menjadi Area Penggunaan Lain (APL).

“Yang dijadikan usaha bukan kawasan hutan alam. Ini yang jadi sorotan. Kita berhasil jaga 430 ribu kawasan hutan,” katanya dalam diskusi.

Soal sorotan partisipasi publik dalam penyusunan Perda RTRW Kaltim, Susilo menilai, sebenaranya suara masyarakat sudah diwakili oleh wakil rakyat yang ikut mengesahkan perda tersebut.

Penulis : Hafid Al, Muhammad Ghazi Arkan dan Arrauf Rizki Saputra

  • Jurnalis Urban Folks News
  • Editor : Nalendro Priambodo
Bagikan:

Discussion about this post

Populer

01

02

03

04

05

06

07

08

09

10