progreskaltim.id Ada pergulatan batin dan politik di balik pencalonan Aulia Rahman Basri dan Rendi Solihin pendaftaran diri mereka kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kukar sebagai Calon Bupati dan Wakil Bupati Kukar. Aulia menggantikan Edi Damansyah yang didiskualifikasi oleh Mahkamah Konstitusi (MK) dan harus menggelar Pemungutan Suara Ulang (PSU) pada Pilkada 2024 lalu.
Aulia – Rendi resmi mendaftar kepada KPU Kukar, Senin, 10 Maret 2025. Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-Perjuangan), Megawati Soekarno Putri menekan langsung rekomendasi dukungan partai kepada pasangan ini. Formulir B1KWK itu mengukuhkan Aulia sebagai calon bupati dan Rendi sebagai calon Wakil Bupati Kukar.
Aulia Rahman Basri bukan figur baru di Kukar. Pria 39 tahun ini sebelumnya dikenal sebagai seorang dokter yang berdedikasi terhadap rakyat di pelosok Kukar. Aulia mendirikan rumah singgah bagi pasien daerah terpencil di Kecamatan Muara Kaman yang kesulitan mengakses layanan kesehatan di RSUD Dayaku Raja.
Di tahun 2020, Aulia memutuskan jalur lain. Ia meninggalkan status Aparatur Sipil Negara (ASN) dan terjun ke dunia usaha.
Pada 2022, Aulia terpilih sebagai Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Kukar. Terpilihnya Aulia membuktikan kapasitasnya dalam memberdayakan ekonomi lokal.
Kini, sebagai Wakil Ketua Bidang Politik dan Hukum DPC PDI Perjuangan Kukar, ia dihadapkan pada tantangan baru. Bagaimana meyakinkan publik bahwa ia bukan sekadar pelengkap dalam PSU, melainkan pemimpin yang siap bekerja.
Aulia yang selama bertahun-tahun dekat dengan dunia kesehatan dan bisnis, dihadapkan pada situasi tiba-tiba harus tampil di garda depan. Mengambil peran kepemimpinan politik yang semula dirancang orang lain.
“Saya tidak kepikiran maju di kontestasi ini,” katanya. “Tapi saya lahir di Kota Bangun, besar dengan impian menjadikan Kutai Kartanegara lebih baik.”
Sementara Rendi Solihin dikenal sebagai politikus muda Kukar yang bersinar. Rendi berpengalaman menjabat Wakil Bupati Kukar periode 2021-2024 dan anggota DPRD Kukar.
Rendi sebenarnya memiliki kans besar maju sebagai calon bupati Kukar pada PSU kali ini. Namun, ia lebih memilih menahan diri.
“Bagi saya, bukan soal siapa yang menjadi bupati atau wakil bupati. Yang lebih penting adalah menuntaskan janji kampanye 2024 kepada rakyat,” ujarnya.
Rendi yang telah akrab dengan kerja pemerintahan menegaskan bahwa program yang telah berjalan harus terus dikawal. “Ini bukan tentang menggantikan sosok lama, melainkan meneruskan perjuangan yang sudah dimulai,” katanya. Sementara Aulia mengusung visi “Kukar Idaman Terbaik,” yang berorientasi pada pembangunan berkelanjutan berbasis kesejahteraan rakyat.
Di tengah politik yang kerap dipenuhi intrik dan perebutan kekuasaan, Aulia dan Rendi membawa narasi berbeda. Rendi, di usia 34 tahun, memahami bahwa kepemimpinan bukan sekadar mengejar jabatan. Aulia, yang lebih terbiasa mendengar keluh kesah pengusaha dan pasien, melihat politik sebagai kelanjutan pengabdian—bukan sekadar panggung kekuasaan.
Waktu yang tersisa semakin tipis, dan selama itu, Aulia-Rendi harus merangkul kembali para pendukung Edi yang sempat goyah, menghadapi kritik, serta membangun kepercayaan baru di tengah dinamika politik yang panas.
PSU yang akan digelar pada 25 April 2025 bukan sekadar pemilihan ulang, tetapi juga ujian bagi soliditas politik Kukar. Aulia – Rendi tidak hanya harus memenangkan hati 552.469 pemilih Kukar. Melainkan juga menghadapi tantangan besar—menyatukan basis yang terpecah akibat polemik diskualifikasi.
Di tanah Kutai Kartanegara, pemimpin yang dibutuhkan bukanlah mereka yang sekadar ingin berkuasa, melainkan mereka yang siap bekerja. Pada 25 April nanti, masyarakat tidak hanya memilih seorang bupati, tetapi juga menentukan apakah politik masih bisa menjadi sarana pengabdian—bukan sekadar perebutan kursi.
Discussion about this post